KOBOY KAMPUS - Review
Pidi Baiq kembali menorehkan
karyanya, kali ini lewat film Koboy Kampus yang mengambil seting keresahan
masyarakat lewat kacamata sekelompok mahasiswa di Bandung ditahun 1998. Kalau
di dua film Dilan, Pidi Baiq malu-malu menyatakan Dilan adalah sebagian
dirinya, di Koboy Kampus berbeda. Bahkan tokoh utama pun dirinya sendiri, Pidi Baiq.
Aku terkesan dengan tokoh-tokoh
dan suasana yang dibangun difilm ini. Menonton film ini aku seakan melakukan kesepakatan
untuk masuk kedunia ‘gila’ seorang Pidi Baiq dan kelompoknya yang sebenarnya ga
penting. Begitu juga dengan karakter setiap tokoh. Slogan yang biasa kita dengar adalah ‘berbeda
tapi tetap satu’, sementara di film Koboy Kampus seperti ada slogan ‘biar bersatu
kita tetap beda.’
Film ini menjadi komedi musikal dengan
beberapa lagu yang terkesan diciptakan seketika oleh Pidi yang diperankan oleh
Jason Ranti, ditengah sebuah adegan. Jadi seperti interupsi yang mengagetkan. Pidi yang mendeklarasikan Republik Panas Dalam dan menyatakan
sebagai pemimpin besar Republik Panas Dalam terkesan lebih kalem dan tenang. Berbeda
dengan karakter pemimpin geng yang biasa digambarkan difilm-film yang kasar, arogan dan bossy.
Berdua bersama Tubagus Deddy
sebagai sutradara, Pidi Baiq menghadirkan nostalgia ditahun menjelang
reformasi tersebut. Sayangnya ada istilah yang pada jaman itu belum ada, tapi
dipakai oleh pemaian dan terjadi pengulangan, dan beberapa adegan yang terkesan
jumping. Lucu dan menghibur itu pasti, sayangnya plotnya mengalir berat, jadi terasa lambat. Tidak ada konflik berarti yang harus diselesaikan, karena konfliknya adalah keresahan masyarakat ditahun 1998 yang diwakili Pidi dan kawan-kawannya, turunnya presiden Suharto dari kursi kepresidenan dan suksesi besar-besaran. Turunnya Suharto menjadi alasan tidak diteruskannya negara Republik The Panas Dalam. Sudah itu aja.
Yah...mungkin ini cara seorang Pidi Baiq mengambil peran dalam proses reformasi, saat mahasiswa turun kejalan menyuarakan pergantian tambuk kekuasaan tertinggi, sementara Pidi dan teman-temannya memilih keluar dari NKRI dan mendirikan negara sendiri di dalam ruang pamer di salah satu ruang belajar di ITB. Akhirnya penggarapan film ini berasa penggarapan film Dilan. Dilan versi
lebih dewasa.
Memilih memakai yellow heat pada lampu memberi kesan lampau yang cukup menarik sih buat konsumsi visualnya. Pesan kebangsaan yang jelas dan kental dibalik slengeannya film ini.
By the way…cukup menghibur lah ini film.
Dengan isi lebih dalam cinta Indonesia dan NKRI harga mati.
Aku rasa 7/10 skor cukup ya.

Komentar