Behind The Seams Persembahan Dea Valencia
Berawal dari ketertarikannya akan Batik Lawasan, Dea
Valencia memulai kiprahnya sebagai disainer batik dengan brandnya Batik Kultur.
Tidak sekedar merubah selembar batik menjadi sebuah baju siap pakai, tapi
memulai proses dari sebuah kain putih yang dijadikan batik, baru kemudian
menjadi baju, rok, jas, kemeja dan lain sebagainya.
“Saya mengenal Batik Lawasan disaat usia 17tahun. Disekitar
rumah saya di Jakarta Barat banyak yang masih menyimpan Batik Lawasan, dan
banyak yang nyari. Jadilah saya berjualan batik. Karena banyak yang nanya makna
dan nama motif batik yang saya tawarkan, membuat saya mencari tahu tentang
batik. Dan saya jadi jatuh cinta.” Cerita Dea pada saat peluncuran koleksi
terbarunya di Kaca Coffee & Eatery, Jakarta.
Koleksi terbaru dari galeri Batik Kultur kali ini bertema
Behind The Seams. Tema ini diambil untuk memberi penghargaan bagi mereka yang
bekerja di balik indahnya sebuah baju yang dikenakan seseorang. Bagaimana
sebuah baju dibuat dan mereka yang bekerja dengan detail untuk kesempurnaan
sebuah karya yang siap di pakai semua orang.
“Fashion Show untuk Batik Kultur itu jarang sekali ada.
Koleksi kali akan lebih modern. Tema Behind The Seams ini mengapresiasi
orang-orang yang ada dibelakang baju-baju ini. Jadi ini seperti jahitan yang
menggabungkan cerita kita, yang tidak kelihatan. Tanpa mereka tidak akan
seperti sekarang.” Lanjut Dea. Dari 120 pekerja di workshop yang berada di
Semarang, 50% adalah kaum disabilitas.
Dalam koleksinya, Batik Kultur selalu menggunakan batik
tulis yang diproduksi sendiri sesuai dengan baju yang ingin dibuat. Sehingga
untuk menyiapkan koleksi terbaru ini, Dea membutuhkan waktu selama 6 bulan.
Sehingga motif batik yang digunakan sesuai dengan disain baju yang ingin
dibuat.
Rangkaian busana wanita dan pria dengan kesan rileks dan
luwes dihadirkan dalam berbagai warna. Dari Sogan, Monocrom, pastel hingga hitam dengan kombinasi warna-warna cerah yang
memberi kesan modern. Sementara berbagai macam siluet yang diperkaya dengan
teknik layering yang menjadikan tiap tampilan terlihat lebih atraktif dan
mendominasi keseluruhan koleksi.
Sementara buat materialnya sendiri merupakan kombinasi dari bahan-bahan
ringan seperti kaun border, lurik dan brokat.
Meski bercorak batik, Batik Kultur memiliki pelanggan yang
tidak hanya dari kalangan tua, tapi juga dari kalangan generasi muda. Karena
disain, cutting, motif dan warna yang kekinian.
Siapa di Balik Behind The Seams?
Dea Valencia dengan brandnya Batik Kultur, yang menepatkan
dirinya sebagai disainer muda berbakat, dan mengkhususkan koleksi-koleksinya
menggunakan batik tulis memiliki work shop di Semarang, Jawa Tengah. Dengan
mengusung Batik Kultur pada koleksinya, Dea, yang dibantu 120 karyawannya terus
menjaga komitmennya untuk menghasilkan karya-karya yang bagus dan berkwalitas.
“Bukan sekedar pasar yang kami kejar, tapi kwalitas yang utama kami
pertahankan,” terang Dea dalam peluncuran koleksinya, Behind The Seams, 23
Maret 2019 di Kaca Coffee & Eatery, Jakarta.
Tidak sekedar membesarkan brandnya dan kemudian mengejar
keuntungan materi dan popularitas, Dea menyisipkan misi special pada bisnis
yang dia bangun. Yaitu membantu kaum difable dengan cara mempekerjakan mereka
di workshopnya. “Saat ini ada 120 orang pekerja, dan 50%nya adalah kaum difable
yang sudah dibina lebih kurang setahun di BBRSBD Prof. Dr. Soeharso Surakarta.
Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa atau yang
disingkat dengan BBRSBD adalah Balai Besar Rehabilitasi Disabilitas yang berada
di Solo, Jawa Tengah. BBRSBD merupakan unit kerja dibawah Kementerian Sosial
yang berfungsi memberikan pendampingan secara spiritual dan mental, serta
memberikan pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat. Sehingga kaum
disabilitas mampu bekerja secara mandiri.
Mereka yang bekerja di Batik Kultur merupakan binaan BBRSBD dengan
ketrampilan yang tidak kalah dengan mereka yang memilki anggota tubuh lengkap.
Dari mulai menggunting, menjahit, menjaga toko, fotografer produk dan
lain-lain, sehingga, secara bersama-sama mereka menghasilkan produk baju ready
to ware yang indah dan disukai banyak kalangan.
Dimulai dengan ketidak sengajaan Dea bertemu penyandang
disabilitas di 2013 silam dengan seorang wanita bernama Tumi, penyandang
disabilitas yang bertugas menjaga toko. Sejak itu Dea mempekerjakan penyandang
disabilitas tanpa perbedaan dengan yang normal. Dengan konsep saling membantu,
membuat para penyandang disabilitas ini berkembang bersama Batik Kultur.
“Di Indonesia banyak penyadang disabilitas yang bisa di
perdayakan, Saya tidak bisa melakukan
ini sendiri, saya berharap ada orang lain yang mau melakukan yang sama seperti yang
saya lakukan,” demikian harapan yang disampaikan Dea Valencia.
Komentar